08 Februari 2008
HUBUNGAN HARMONIS PANGKAL BAHAGIA
Jangan tunggu sampai hubungan Anda dan suami membosankan. Banyak, kok, cara yang bisa dilakukan untuk mencapai hubungan suami istri yang saling memuaskan.
Banyak hal yang bisa membuat hubungan suami istri tidak harmonis. Beberapa hal penyebabnya adalah komunikasi yang buruk, serta ketidaktahuan mengenai seksualitas.
Hubungan pasutri (pasangan suami istri) yang harmonis adalah hubungan seksual yang bisa dinikmati oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Salah satu faktor penentu agar kedua belah pihak menikmati aktivitas tersebut adalah terbukanya komunikasi selebar-lebarnya. "Suami dan istri harus saling berbicara dan menyampaikan keinginan masing-masing," tandasnya.
Seks itu belajar sambil berjalan. "Semakin lama usia pernikahan, dan selama pasangan mau mempelajari hubungan seks lebih baik dan mau berkomunikasi, seharusnya mereka mendapat kenikmatan lebih. Sehingga seharusnya orgasme sebulan mendatang jauh lebih nikmat daripada orgasme sekarang,"
Yang tak kalah penting, pasangan suami-istri juga harus memiliki pengetahuan tentang seksualitas, sehingga pasangan suami istri sudah mengetahu dengan pasti apa yang ingin dicapai, dan apa yang harus dilakukan saat berhubungan intim.
Pengetahuan seks yang harus diketahui oleh pasangan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan hubungan seksual, dari mencumbu, meraba, dan sebagainya. Termasuk, misalnya, mengetahui kapan melakukan penetrasi. "Penetrasi yang benar adalah menunggu sampai terjadi reaksi bangkitan seksual sepenuhnya pada kedua belah pihak. Secara anatomis, sudah terjadi perubahan karena rangsangan seksual. Pada pria misalnya, sudah terjadi ereksi yang kuat,".
Kesiapan untuk penetrasi inilah yang harus disampaikan ke pasangan. Jika ternyata si wanita belum siap, ya sampaikan saja bahwa ia belum siap. Biasanya, pada wanita, bangkitan seksual tidak begitu tampak secara fisik, berbeda dengan pria yang bisa tampak dari sudah terjadinya ereksi yang kuat. "Jadi, harus berkomunikasi. Kalau tidak, bisa-bisa mereka tidak tahu apakah pasangannya sudah siap atau belum. Ujung-ujungnya, si wanita mengeluh karena tidak memperoleh kepuasan."
MENJAGA KETERTARIKAN
Hubungan seksual yang harmonis biasanya diawali oleh adanya ketertarikan antara keduanya. Ketertarikan pertama biasanya ketertarikan fisik. "Seseorang tertarik pada lawan jenis karena fisiknya sesuai seperti yang ia harapkan," kata Nugroho. Namun, fisik tentu akan berubah seiring bertambahnya usia. Misalnya, pada pasangan yang sudah menikah selama 10 tahun. "Fisiknya tentu berubah, tidak seperti yang mereka harapkan dulu. Harapannya langsing, sekarang istri sudah gemuk, atau suami sudah buncit. Ini akan mengubah ketertarikan, dan bisa memicu kejenuhan."
Pada pasangan suami-istri yang sudah lama menikah, ketertarikan fisik biasanya akan berubah menjadi ketertarikan emosional. "Mereka tertarik pada sifat atau kelakuan pasangan. Namun sebaliknya, hubungan yang sudah berjalan sekian lama seringkali juga membuat pasangan tidak menyukai sifat dan kebiasaan pasangan. Ini yang menjadi penghalang dan memicu hubungan jadi hambar.
Oleh karena itu, Nugroho menyarankan pasangan untuk berkomunikasi menyampaikan harapan mereka untuk mengukuhkan ketertarikan, seperti ketika pertama kali bertemu. Misalnya, "Sayang, kalau kamu lebih langsing pasti tambah cantik, deh," atau, "Sepertinya perut kamu sudah terlalu buncit, Mas. Aku lebih suka ketika perutmu tidak terlalu buncit."
Menurut Nugroho, menyampaikan harapan seperti ini tak bakal menyinggung perasaan pasangan, asal disampaikan dalam suasana dan cara yang tepat. "Kalau waktunya tidak tepat dan cara penyampaiannya tidak pas, tentu hasilnya tidak bagus, bisa-bisa pasangan malah tersinggung,".
Jika harapan semacam ini tidak disampaikan, orang tidak akan mengetahui apa yang sebetulnya diharapkan pasangan. "Jadi, memang harus saling menyesuaikan dan memahami keinginan pasangan, sehingga ketertarikan tidak luntur." Seandainya komunikasi verbal tidak memungkinkan, pasangan suami-istri bisa menyampaikannya secara tertulis. "Misalnya, setiap tiga bulan sekali, masing-masing menuliskan keinginan dan harapannya, kemudian dibahas berdua. Ini lebih fair dan bisa membantu perkawinan lebih harmonis."
Hubungan seksual yang harmonis juga akan tercapai jika ada rangsangan seksual, salah satunya dengan panca indera. Bisa dengan melihat saja atau sampai perabaan di daerah-daerah erotis. "Daerah erotis pria dan wanita memiliki sedikit perbedaan. Kepekaannya pun berbeda, sehingga komunikasi juga harus dilakukan untuk menunjukkan perabaan dan intensitas seperti apa yang yang diharapkan,".
Contoh lain yang berhubungan dengan panca indera adalah pemilihan ruangan. Ada pasangan lebih menyukai ruangan yang beraroma tertentu, sehingga gairahnya bisa bangkit.
Nah, jangan langsung putus asa jika hubungan pasutri Anda mengecewakan. Banyak cara yang bisa dilakukan agar hubungan Anda dan suami menjadi harmonis, bukan?
JIKA SI DIA YANG TAK SEMANGAT
1. Dia memiliki perut buncit
Di dalam studi terakhir, pria yang memiliki lingkar pinggar 105 cm, atau lebih, memiliki problem dua kali lebih banyak untuk dapat berereksi dibandingkan mereka yang mempunyai ukuran pinggang 80 cm. Peneliti menduga karena mereka memiliki risiko mendapat serangan jantung, dimana tidak saja mengganggu peredaran darah ke jantung tetapi juga ke kelamin. Penyelesaiannya? Doronglah pasangan Anda untuk lebih beraktivitas secara teratur dan memakan makanan dengan kadar lemak rendah.
2. Perpenghasilan Anda lebih besar
Jika penghasilan Anda lebih besar, dan suami merasa tidak sanggup menenuhi kebutuhan materi keluarga, bisa menimbulkan rasa kurang jantan pada diri suami. Akibatnya, minat untuk mengadakan hubungan seks pun berkurang, seperti yang diutarakan, ahli pengobatan seks pada McLean Virgiania - A.S. Nasehat beliau, bicarakan secara terbuka terhadap pasangan anda tentang masalah ini.
3. Kecelakaan/luka-luka.
Setiap kekurangan yang dihadapi dapat mengurangi percaya diri yang membuat dia merasa berkurang kejantanannya. Cobalah cari jalan atau cara untuk mengatasi semua hal tsb diatas: belaian kasih sayang dan komunikasi yang baik dapat menolongnya mengatasi kembali kepercayaan dirinya.
Jangan tunggu sampai hubungan Anda dan suami membosankan. Banyak, kok, cara yang bisa dilakukan untuk mencapai hubungan suami istri yang saling memuaskan.
Banyak hal yang bisa membuat hubungan suami istri tidak harmonis. Beberapa hal penyebabnya adalah komunikasi yang buruk, serta ketidaktahuan mengenai seksualitas.
Hubungan pasutri (pasangan suami istri) yang harmonis adalah hubungan seksual yang bisa dinikmati oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Salah satu faktor penentu agar kedua belah pihak menikmati aktivitas tersebut adalah terbukanya komunikasi selebar-lebarnya. "Suami dan istri harus saling berbicara dan menyampaikan keinginan masing-masing," tandasnya.
Seks itu belajar sambil berjalan. "Semakin lama usia pernikahan, dan selama pasangan mau mempelajari hubungan seks lebih baik dan mau berkomunikasi, seharusnya mereka mendapat kenikmatan lebih. Sehingga seharusnya orgasme sebulan mendatang jauh lebih nikmat daripada orgasme sekarang," kata seksolog dari RS Bintaro Internasional ini.
Yang tak kalah penting, pasangan suami-istri juga harus memiliki pengetahuan tentang seksualitas, sehingga pasangan suami istri sudah mengetahu dengan pasti apa yang ingin dicapai, dan apa yang harus dilakukan saat berhubungan intim.
Pengetahuan seks yang harus diketahui oleh pasangan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan hubungan seksual, dari mencumbu, meraba, dan sebagainya. Termasuk, misalnya, mengetahui kapan melakukan penetrasi. "Penetrasi yang benar adalah menunggu sampai terjadi reaksi bangkitan seksual sepenuhnya pada kedua belah pihak. Secara anatomis, sudah terjadi perubahan karena rangsangan seksual. Pada pria misalnya, sudah terjadi ereksi yang kuat.
Kesiapan untuk penetrasi inilah yang harus disampaikan ke pasangan. Jika ternyata si wanita belum siap, ya sampaikan saja bahwa ia belum siap. Biasanya, pada wanita, bangkitan seksual tidak begitu tampak secara fisik, berbeda dengan pria yang bisa tampak dari sudah terjadinya ereksi yang kuat. "Jadi, harus berkomunikasi. Kalau tidak, bisa-bisa mereka tidak tahu apakah pasangannya sudah siap atau belum. Ujung-ujungnya, si wanita mengeluh karena tidak memperoleh kepuasan."
MENJAGA KETERTARIKAN
Hubungan seksual yang harmonis biasanya diawali oleh adanya ketertarikan antara keduanya. Ketertarikan pertama biasanya ketertarikan fisik. "Seseorang tertarik pada lawan jenis karena fisiknya sesuai seperti yang ia harapkan," kata Nugroho. Namun, fisik tentu akan berubah seiring bertambahnya usia. Misalnya, pada pasangan yang sudah menikah selama 10 tahun. "Fisiknya tentu berubah, tidak seperti yang mereka harapkan dulu. Harapannya langsing, sekarang istri sudah gemuk, atau suami sudah buncit. Ini akan mengubah ketertarikan, dan bisa memicu kejenuhan."
Pada pasangan suami-istri yang sudah lama menikah, ketertarikan fisik biasanya akan berubah menjadi ketertarikan emosional. "Mereka tertarik pada sifat atau kelakuan pasangan. Namun sebaliknya, hubungan yang sudah berjalan sekian lama seringkali juga membuat pasangan tidak menyukai sifat dan kebiasaan pasangan. Ini yang menjadi penghalang dan memicu hubungan jadi hambar," lanjut spesialis andrologi ini menjelaskan.
Pasangan untuk berkomunikasi menyampaikan harapan mereka untuk mengukuhkan ketertarikan, seperti ketika pertama kali bertemu. Misalnya, "Sayang, kalau kamu lebih langsing pasti tambah cantik, deh," atau, "Sepertinya perut kamu sudah terlalu buncit, Mas. Aku lebih suka ketika perutmu tidak terlalu buncit."
Jika harapan semacam ini tidak disampaikan, orang tidak akan mengetahui apa yang sebetulnya diharapkan pasangan. "Jadi, memang harus saling menyesuaikan dan memahami keinginan pasangan, sehingga ketertarikan tidak luntur." Seandainya komunikasi verbal tidak memungkinkan, pasangan suami-istri bisa menyampaikannya secara tertulis. "Misalnya, setiap tiga bulan sekali, masing-masing menuliskan keinginan dan harapannya, kemudian dibahas berdua. Ini lebih fair dan bisa membantu perkawinan lebih harmonis."
Hubungan seksual yang harmonis juga akan tercapai jika ada rangsangan seksual, salah satunya dengan panca indera. Bisa dengan melihat saja atau sampai perabaan di daerah-daerah erotis. "Daerah erotis pria dan wanita memiliki sedikit perbedaan. Kepekaannya pun berbeda, sehingga komunikasi juga harus dilakukan untuk menunjukkan perabaan dan intensitas seperti apa yang yang diharapkan,".
Contoh lain yang berhubungan dengan panca indera adalah pemilihan ruangan. Ada pasangan lebih menyukai ruangan yang beraroma tertentu, sehingga gairahnya bisa bangkit.
Nah, jangan langsung putus asa jika hubungan pasutri Anda mengecewakan. Banyak cara yang bisa dilakukan agar hubungan Anda dan suami menjadi harmonis, bukan?
JIKA SI DIA YANG TAK SEMANGAT
1. Dia memiliki perut buncit
Di dalam studi terakhir, pria yang memiliki lingkar pinggar 105 cm, atau lebih, memiliki problem dua kali lebih banyak untuk dapat berereksi dibandingkan mereka yang mempunyai ukuran pinggang 80 cm. Peneliti menduga karena mereka memiliki risiko mendapat serangan jantung, dimana tidak saja mengganggu peredaran darah ke jantung tetapi juga ke kelamin. Penyelesaiannya? Doronglah pasangan Anda untuk lebih beraktivitas secara teratur dan memakan makanan dengan kadar lemak rendah.
2. Perpenghasilan Anda lebih besar
Jika penghasilan Anda lebih besar, dan suami merasa tidak sanggup menenuhi kebutuhan materi keluarga, bisa menimbulkan rasa kurang jantan pada diri suami. Akibatnya, minat untuk mengadakan hubungan seks pun berkurang, seperti yang diutarakan, ahli pengobatan seks pada McLean Virgiania - A.S. Nasehat beliau, bicarakan secara terbuka terhadap pasangan anda tentang masalah ini.
3. Kecelakaan/luka-luka.
Setiap kekurangan yang dihadapi dapat mengurangi percaya diri yang membuat dia merasa berkurang kejantanannya. Cobalah cari jalan atau cara untuk mengatasi semua hal tsb diatas: belaian kasih sayang dan komunikasi yang baik dapat menolongnya mengatasi kembali kepercayaan dirinya.
BEBERAPA TIPS KESEHATAN
:: TIPS MENGHINDARI PENYAKIT JANTUNG KORONER
:: TIPS MENGURANGI RISIKO STROKE
:: TIPS MENGHINDARI KELEBIHAN KOLESTEROL
:: TIPS UNTUK PENDERITA OSTEOARTHRITIS
:: TIPS UNTUK PENDERITA (GOUT)
:: TIPS MENCEGAH BATU GINJAL
:: TIPS MENGONTROL TEKANAN DARAH TINGGI (HIPERTENSI)
:: TIPS MENCEGAH DIABETES MELITUS
:: TIPS MENCEGAH KANKER
|
04 Februari 2008
CARA BERPIKIR SEORANG PIMPINAN
Dibawah ini akan kita coba untuk mengungkapkan, mengapa berpikir seperti CEO atau Pemimpin Puncak diperlukan perubahan pola pikir yang lebih luas untuk mampu menyeberangi ketidak pastian menjadi pasti dalam kondisi ekonomi yang gelap dan terpuruk sebagai berikut :
1. Keberhasilan akan ditentukan oleh kemampuan peningkatan berpikir untuk menciptakan nilai lebih di dalam ekonomi baru dengan kepemimpinan yang penuh kepercayaan diri atas kemampuannya untuk meraih peluang-peluang yang terbuka.
2. Kecenderungan pembangunan masyarakat yang demokratis menuntut pelaksanaan perubahan diseluruh aspek kehidupan karena terjadi pergerakan dari jumlah arus modal antar negara dan kemajuan teknologi web dan aplikasi internet yang sangat cepat sehingga terjadi keinginan untuk mendapatkan fasilitas jaringan yang lebih kuat dan fleksibel dalam rangka menghadapi perubahan dunia tanpa batas.
3. Dalam abad 21, akan terjadi pergeseran dari masyarakt industri ke masyarakat informasi bahkan cenderung menuju ke masyarakat pengetahuan, dimana kita akan selalu berada dipersimpang jalan dalam mengikuti denyut perubahan-perubahan yang terjadi.
4. Lingkungan dunia bisnis sangat rentang atas perubahan-perubahan sosial politik yang tidak menghendaki kehidupan ekonomi yang semata-mata ditentukan oleh pasar sehingga tidak sepenuhnya dapat diterima keadaan atas liberallisasi perdagangan dan keuangan dunia.
Dengan mengungkapkan beberapa alasan diatas, diharapakn seorang yang berperan sebagai pengusaha, maka pola pikir dalam bersikap dan berperilaku sebagai CEO atau eksekutip puncak haruslah selalu membangun satu kebiasaan yang efektif untuk selalu mengembangkan pola pikir yang lebih luas dengan wawasan dan imajinasi itu, maka ia menyadari untuk memiliki kepemimpinan yang memahami akan paradigma baru dalam abad 21 yang disebut dengan profesionalisme, kreatif dan inovatif serta antisipatif.
Dengan membangun kebiasaan efektif berarti seorang pengusaha menyadari sepenuhnya untuk meningkatkan ilmu berdasarkan informasi, pengetahuan sebagai keterampilan dari pengalaman dan keinginan yang sejalan dengan tuntutan perubahan itu sendiri, sehingga sebagai seorang CEO atau top eksekutup akan merasakan untuk memperjuangkan kelangsungan hidup organisasi yang dipimpinannya untuk memenuhi kepentingan stakeholders. Jadi di dalam dunia bisnis, teknologi dan globalisasi telah menciptakan suatu tingkat kompetensi yang mampu meraih peluang-peluang yang terbuka.
PEMAHAMAN ATAS PELAKSANAAN KONTROL
Suatu orgnisasi yang dibangun baik secara konvensional maupun berbasis pengetahuan, akan selalu ada satu sistem yang mendukung terciptanya arah bagaimana organisasi itu bersifat fleksibel dan mudah dikontrol.
Oleh karena itu, bagi CEO / Pimpinan puncak, harus mampu memanfaatkan kemampuan berpikir untuk melaksanakan kontrol baik dalam pemahaman sebagai pengendalian maupun pengawasan, sehingga pimpinan mampu melaksanakan pengendalian atas pertentangan-pertentangan yang timbul karena perbendaan kepentingan dari stakeholders (pihak2 yang memiliki kepentingan atas organisasi). Jadi ia harus memiliki apa yang disebut dengan kepemimpinan kolaborasi dalam mewujudkan apa yang kita sebutkan dengan keseimbangan kepentingan.
Dengan sistem pula, pengawasan baik secara langsung maupun tidak melalui rencana kerja dan anggaran dapat menuntun bagaimana sebaiknya harus dilakukan walaupun dalam praktek diperlukan penyesuaian dan perbaikan atas pelaksanaan standard-standard, perkiraan-perkiraan yang dibuat, alat-alat manajemen lainnya yang diterapkan.
Jadi dengan menerapkan satu sistem kontrol yang dibangun haruslah pula memperhatikan prinsip-prinsip yang mampu memberikan organisasi yang fleksibel dan mudah di kontrol sebagai berikut :
1. Adanya keberanian untuk menghilangkan yang tidak perlu.
2. Menyerdahanakan pekerjaan, tugas, peran yang diperlukan.
3. Menetapkan standard dan bila perlu diadakan perbaikan.
4. Setiap produk memiliki daur hidup sehingga perlu dipersoalkan nilai-nilainya dimasa yang akan datang.
5. Saling kertaikan arah persfektif dengan posisi dan performa yang harus dijalan.
6. Hentikan kegiatan-kegiatan yang bersifat sampingan.
7. Harus ada pengendalian dan penekanan atas seluruh jenis biaya.
8. Harus ada perubahan yang berkelanjutan sesuai dengan tuntutan.
Dengan meletakkan prinsip-prinsip yang kita sebutkan diatas, bagi seorang CEO / Top Eksekutip harus selalu mampu untuk mempertanyakan Apa, Mengapa, Bagaimana, Siapa, Bila sesuatu keadaan itu diperlukan perubahan agar daur hidup organisasi berada dalam posisi yang prima.
MENGUASAI PERSOALAN SAMPAI INTINYA
CEO / Top eksekutip dari waktu ke waktu, selalu ingin mengetahui bagai-mana organisasi beroperasi, dengan adanya sistem seluruh unit organisasi akan berjalan sesuai dengan keputusan-keputusan strategik yang sudah ditetapkan.
Dengan keputusan itu, maka dengan seluruh sub-sistem yang dibangun organisasi akan beroperasi sebagaimana diharapkan oleh peran-peran yang telah ditetapkan untuk menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
Dengan kepemimpinan kolaborasi itu, mka seluruh pekerjaan-pekerjaan yang telah dibagi-bagikan ke dalam unit-unit kerja dan fungsi-fungsi yang ada haruslah berjalan secara harmonis kedalam hubungan horizontal, vertical dan diagonal, sehingga laporan-laporan yang tepat waktu dan akurat dapat diharapkan oleh CEO sebagai alat untuk melaksanakan kontrol sampai kepada persoalan intinya.
Sejalan dengan penguasaan persoalan sampai intinya, maka CEO mampu mengadakan perubahan-perubahan atas metoda dan teknik-teknik dalam melaksanakan pengelolaan bila dipandang perlu diadakan penyesuaian dengan tuntutan perubahan itu sendiri sehingga pelaksanaan kontrol dapat berjalan sebagai mana yang diharapkan.
Untuk menjadi pengusaha yang tangguh dalam abad 21 ini, berpikir seperti CEO, ia harus mampu pula melihat berbagai tantangan yang muncul dari ekonomi global baru, dimana kerja global akan ditandai kecenderungan akan kemajuan yang terus berubah atas konsumen global, pengetahuan sebagai produk global, pekerjaan global dan korporasi global.
Kesemuanya itu menuntut pula pemahaman atas teknologi web dan aplikasi internet kedalam pengetahuan bisnis yang kita kelola, sehingga pada saatnya kemampuan itu menjadi kekuatan motivasi menjadi kekuatan sikap dan perilaku positip dalam kerangka pemikiran-pemikiran untuk memasuki menjadi perusahaan global.
Dengan mendalami masalah sampai ke intinya, maka apa yang diungkapkan oleh Kenichi Ohmae mengenai kekuatan dan strategi didalam ekonomi yang saling mengait dengan terdapat lima C yaitu Customer (pelanggan) merupakan kekuatan mereka yang mulai muncul ; Competition (persaingan) merupakan penyebaran teknologi ; Company (perusahaan) merupakan pentingnya biaya tetap ; Currency (mata uang) merupakan mata uang yang mudah berubah : Country (negara) merupakan pilihan negara yang dituju untuk menetralkan dampak faktor C lainnya, maka pemahaman yang mendalam tentang aplikasi internet adalah alat kunci karena ia dapat untuk mengkomunikasikan semua kepentingan dari stakeholder. Dengan internet pula pimpinan dapat mengintergrasikan orang-orang dalam organisasi agar semua pihak dapat berbagi informasi yang dibutuhkan.
HAL-HAL YANG HARUS MENDAPATKAN PERHATIAN
Pertama, yang harus mendapatkan perhatian adalah keputusan-keputusn intuitif yang telah dibuat dalam kerangka pemikiran persfektif yang telah digariskan, bukanlah hanya angan-angan belaka tetapi dapat dilaksanakan.
Oleh karna itu, agar impian menjadi kenyataan haruslah dapat dikomunikasi dengan baik. Untuk dapat dilaksanakan, maka konsep pemikirannya harus terfokuskan artinya ungkapannya mengandung nilai-nilai sebagai kekuatan motivasi yang dapat menggerakkan sikap dan perilaku berbuat seperti ada kenyataan sesungguhnya ; Terbentuknya satu perasaan akan tujuan yang mulia yang dapat memotivasi komitmen untuk berkontribusi atasnya ; Memberikan akan keyakinan bahwa memaksimumkan peluang dapat diraih sebagai harapan yang dapat dipertanggung jawabkan secara logis adanya.
Kedua, yang harus mendapatkan perhatian adalah bagaimana CEO melihat kepentingan stakeholder khususnya kepentingan para pemegang saham. CEO menyadari sepenuhnya bagi pemegang saham adalah mendapatkan keuntungan jangka pendek yang memuaskan baginya.
Oleh karena itu, bagaimana persoalan itu dapat dipecahkan agar terjadi apa yang disebut dengan kesimbangan tujuan jangka pendek, menengah dan panjang, agar organisasi dapat membangun pada posisi yang perima dalam daur hidupnya. Jadi CEO harus mampu mengkomunikasikan dengan pemilik dimana nilai pemegang saham merupakan hasil dari apa yang kita sebut kursi berkaki tiga yaitu dengan melangkah kedalam tindakan yang benar terhadap para pelanggan, karyawan pada semua tingkatan dan kredibilitas. Bila CEO salah melangkah akan merugikan baginya, tetapi bagaimanapun hal itu tidak boleh dipandang sebagai alasan utama di dalam bisnis karena yang menentukan adalah hasil dari kursi berkaki tiga tersebut.
Dengan demikian keuntungan dan nilai pemegang saham yang meningkat menimbulkan rasa tanggung jawab yang lebih besar bagi CEO manapun sehingga menjadi kekuatan motivasi untuk melangkah dalam pola pikir yang positip, bagaimana mereka mencocokkan kebijakan mereka sampai akhir. Jadi secara sadar bahwa CEO pada akhirnya hal tersebut menjadi standard ukuran keberhasilan mereka.
Jadi pusat perhatian perlu dicurahkan agar menciptakan hasil akhir dari kursi berkaki tiga itu, adakalanya mungkin tidak terpecahkan menjadi kenyataan yang dihadpi oleh CEO, dimana dalam menciptakan nilai sekarang ini merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan jumlah yang besar dalam hubungan-hubungan dengan para pemilihnya, yang akan terkait dengan pada kepentingan jangka pendek versus jangka menengah dan panjang.
Ketiga, yang harus mendapat perhatian adalah kemampuan membangun kredibilitas sebagai tonggak terbentuknya reputasi dan keunggulan oleh peran CEO yang sejalan dengan apa yang dikatakannya dan konsisten dalam bersikap berperilaku.
Oleh karena itu, haruslah dipahami proses pembangunan kredibilitas itu sendiri, sehingga setiap orang merasakan terikat dalam organisasi. Untuk terwujudnya diperlukan pemahaman atas proses pembangunan kredibilitas.
Dalam hal ini terdapat tahap yang disebut dengan KEJELASAN artinya semua keputusan-keputusan yang berhubungan dengan persfektif dengan sangat jelas dikomunikasikan kepada semua orang dalam organisasi maka semua kepentingan individu, kelompok dan organisasi dapat dipenuhi dan seimbang sebagai peta dan arah yang akan dituju. ; tahap KESATUAN artinya kebersamaan bertindak dengan pola pikir yang sama agar semua sarana untuk merealisasikan dimana semua orang dalam organisasi dapat membagi rasa, mendukung dan memperkuat agar semua rencana dapat terlaksana sebagaimana mestinya. ; tahap INTENSITAS artinya tahap dimana semua orang akan memberikan komitmennya yang datang dari diri mereka sendiri, bukan sesuatu yang dipaksakan oleh organisasi atau CEO, melainkan keinginan mereka sendiri dapat memahami dan menyetujui untuk melaksanakan pemikiran strategis, pemikiran jangka panjang dan pemikiran jangka pendek yang terintergrasi dalam pola bersikap dan berperilaku.
KESIMPULAN
Usahawan harus mampu menunjukkan keperibadian sebagai seorang CEO dengan kepemimpinan yang selalu siap menhadapi tantangan disatu sisi dan disisi lain mampu memaksimumkan peluang-peluang yang ada.
Berperan sebagai CEO harus juga mempunyai kekuatan untuk memotivasi diri secara berkesinambungan untuk membangun kebiasaan yang efektif dalam menyiapkan diri yang selalu siap menjalankan perubahan sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri.
Dengan kepemimpinannya ia mampu mengendalikan dan mengawasi aspek yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dibangunnya agar ia selalu siap memandang setiap pertentangan kepentingan yang timbul, walaupun ia menyadari sepenuhnya kepentingan pemegang saham tetapi ia harus mampu menyeimbangkan kepentingan bagi pihak-pihak yang lainnya.
Jadi kepemimpinan sebagai CEO dengan kepribadiannya, ia mampu dalam memberikan pemahamn yang mendalam tentang kemampuan berpikir secara intuitif untuk mendukung kemampuan membangun kredibilitas dalam usaha-usahanya dalam menyatukan semua kepentingan.
SISTEM PEMERINTAHAN
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik
7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik
8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu.
9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau
desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi
dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
11. Peraturan kepada daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan
Bupati/Walikota.
12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki Batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah adalah
suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
perbantuan.
14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
15. pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik Dada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima
sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain
sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
20. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang selanjutnya
disebut pasangan calon adalah bakal pasangan calon yang telah memenuhi
persyaratan untuk dipilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.
21. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU
Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk
menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap
provinsi dan/atau kabupaten/kota.
22. Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPK, PPS, dan
KPPS adalah pelaksana pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah pada tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat pemungutan
suara.
23. Kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya
disebut kampanye adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih
dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon.
Pentingnya SDM dalam Pencapaian Target dan Tujuan Perusahaan
Persaingan regional dan global menyebabkan pembangunan ekonomi
Dalam aspek dunia usaha untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas telah memaksa para Top Manajemen serta Manager SDM memberi perhatian yang tinggi pada proses mulai dari rekrut pegawai, pemberdayaan sampai dengan pembinaannya, karena proses tersebut merupakan tulang punggung bagi upaya penyiapan SDM yang siap menghadapi era persaingan yang ketat sehingga perusahaan tersebut mampu bertahan dan dapat meningkatkan keunggulan bersaing dari perusahaan lain yang sejenis.
Peran sumber daya manusia, baik yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan (manajerial) maupun tenaga kerja langsung menjadi sangat penting, karena melalui merekalah target perusahaan akan tercapai dengan baik. Keberhasilan mencapai target perusahaan merupakan penjabaran program kerja yang dipengaruhi oleh sejauh mana perilaku produktif yang berujung pada produktivitas kerja mereka, yang terlibat dalam pengelolaan dan pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Dengan pemahaman pentingnya peran SDM dalam pencapaian target dan tujuan perusahaan, maka sudah seharusnya Top Manajemen dan Manajer SDM memberikan perhatian yang memadai bagi berbagai upaya pembinaan dan pemberdayaan para pegawai, agar mereka dapat menjalankan fungsinya secara produktif.
Ternyata perilaku produktif pegawai sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah moral kerja, iklim organisasi yang kondusif akan memberikan dorongan bagi pekerja untuk bersikap dan berperilaku produktif.
Moral kerja berkaitan dengan keadaan atau pikiran serta emosi yang terdiri dari sikap individu terhadap kehidupan, lingkungan dan pekerjaan. Moral kerja pegawai mengindikasikan derajat terpuaskannya kebutuhan individu sebagai anggota organisasi dan terbangun dari hasil persepsi individu tersebut tentang situasi dan lingkungan pekerjaan dan organisasi secara keseluruhan yang dapat memenuhi kebutuhannya sampai tingkat tertentu.
Berdasarkan sekelumit uraian tersebut, intinya adalah para pengusaha terutama pengusaha di
Perencanaan Dalam Era Desentralisasi
Pendahuluan
Dalam hal membicarakan sosok kegiatan “perencanaan” kedepan, tampaknya hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks perkembangan politik kepemerintahan, sosial-ekonomi, dan teknologi, serta paradigma perencanaan sendiri.
Definisi perencanaan dapat dikenali melalui 3 konsep formal, yaitu upaya mengkaitkan keilmuan dan pengetahuan teknikal bagi :
(i) tindakan di dalam domain publik (action in the public domain), yang diangkat dari filosofi politik, berupa suatu tindakan baik pengubahan kondisi perilaku rutin dan inisiasi dari sesuatu matarantai konsekwensi agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan,
(ii) proses pengarahan masyarakat (societal guidance), yang merupakan keterlibatan peran pemerintah baik dalam bentuk alokasi dan inovasi,
(iii) proses transformasi sosial (social transformation), yang merupakan suatu proses politik atau gerakan sosial-politik masyarakat karena kekosongan peran pemerintah dan pasar (Friedmann, 1987) .
Beberapa bentuk perencanaan yang dikenali sampai dengan saat ini antara lain: perencanaan proyek, perencanaan sektoral, perencanaan program pembangunan, perencanaan makro ekonomi, dan perencanaan wilayah dan kota. Kegiatan perencanaan sebagai besar merupakan proses tindakan mengubah kondisi dan pengarahan masyarakat yang biasanya dilakukan oleh organisasi pemerintah. Namun pada akhir-akhir ini gerakan sosial-politik masyarakat sangat dominan, sehingga tindakan perencanaan untuk mengarahkan masyarakat tanpa proses pelibatan dan partisipasi masyarakat akan menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya legitimasi hasil suatu proses kegiatan perencanaan.
Pertanyaan pokok yang diajukan dalam hal ini adalah (i) apa permasalahan pokok yang dihadapi oleh masyarakat pada saat ini? (ii) nilai-nilai seperti apa yang diadopsi dalam proses kegiatan perencanaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah? bagaimana proses kegiatan perencanaan itu sendiri dapat dilakukan oleh lembaga perencanaan atau profesi perencana secara efektif sebagai alat pengambilan keputusan dan tindakan untuk memecahkan permasalahan masyarakat?
Dengan melihat perkembangan situasi pada akhir-akhir ini, tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran untuk dapat membantu memecahkan permasalahan kemasyarakatan melalui peningkatan kinerja perencanaan dengan pendekatan baru serta memperkuat proses perencanaan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif di berbagai tingkatan pemerintahan.
Permasalahan Kemasyarakatan dan Tindakan Perencanaan
Permasalahan kemasyarakatan yang tampak menonjol pada akhir-akhir ini adalah:
(1) disintegrasi bangsa, yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi antar daerah, politik sentralisasi kekuasan pada masa lampau, adanya konflik hubungan pusat dan daerah terutama dikaitkan dengan hak daerah terhadap bagi hasil eksplorasi sumberdaya alam yang dikelola negara,
(2) pertumbuhan ekonomi, yang berpengaruh terhadap struktur perekonomian di berbagai daerah dan peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta pertambahan jumlah penduduk miskin,
(3) penurunan kualitas kehidupan masyarakat, yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan kemiskinan, konflik sosial, gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat, lemahnya perlindungan terhadap hak masyarakat dan kepemilikan individu, keadilan sosial, dll-nya,
(4) penurunan kinerja pelayanan publik, yang berdampak pada ketidakpuasan masyarakat khususnya dalam hal pengelolaan ekonomi daerah, penyediaan prasarana dan sarana dasar, pengendalian permukiman, pengelolaan tata ruang dan pertanahan, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dll-nya,
(5) hubungan kerja antara pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat yang belum tertata dalam suatu aturan main atau mekanisme yang interaktif, setara, dan kooperatif dalam kegiatan ekonomi, kemasyarakatan, dan pelayanan publik.
(6) kegagalan pemerintah untuk mengembangkan sistem kepemerintahan dalam bidang politik dan ekonomi, yang berpengaruh terhadap kualitas proses pengambilan keputusan kebijakan dan praktek manajemen dalam pembangunan ekonomi dan pelayanan publik.
(7) keragaman kapasitas daerah, sebagai akibat dari kebijakan desentralisasi kewenangan pelayanan dan fiskal ke pemerintah daerah, terdapat perbedaan kemampuan masing-masing pemerintah daerah dalam mengatur keseimbangan penerimaan (receiving), pengeluaran (spending), dan penyediaan pelayanan (provision). Hal ini terkait dengan kapasitas ekonomi lokal, kemampuan sumberdaya manusia, tingkat kesejahteraan rakyat, dan kualitas pelayanan publik yang ada.
Dalam kegiatan atau tindakan perencanaan, permasalahan yang muncul secara umum adalah:
(1) adanya keraguan dari banyak kalangan terhadap keberadaan dan manfaat tindakan perencanaan untuk dapat menyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
(2) kurangnya keterkaitan antara berbagai proses perencanaan didalam kegiatan sektor publik dan kegiatan sosial-ekonomi yang berlangsung di masyarakat,
(3) kurangnya konsistensi antara kebijakan, perencanaan, dan pembiayaan, maupun perencanaan tata ruang dan pertanahan, serta antara perencanaan sektoral dengan perencanaan wilayah dan kota,
(4) kurang tanggapnya proses kegiatan perencanaan dengan kebutuhan “klien” yang ada, atau terlepasnya kegiatan perencanaan dengan proses politik, serta kurang terbukanya proses dan produk kegiatan perencanaan kepada publik,
(5) kurang efektifnya proses interaksi antara organisasi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam proses kegiatan perencanaan.
(6) lemahnya produk perencanaan untuk dapat memberikan informasi tentang kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam perancangan kegiatan pembangunan atau investasi yang berdampak pada perubahan ruang,
(7) kurangnya kapasitas organisasi perencanaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik dalam proses perencanaan, pengelolaan informasi bagi keperluan analisis permasalahan dan kebijakan, serta proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku yang berkepentingan,
(8) terbatasnya wawasan dan kemampuan para perencana untuk memahami paradigma, metoda, dan proses perencanaan yang baik, dan cara kerja interaktif dengan disiplin lain, pelaku berkepentingan, dan terutama dengan masyarakat.
Kegiatan perencanaan di negara maju telah berkembang sedemikian rupa sebagai bagian dari proses untuk merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah merupakan budaya masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik. Semakin maju budaya politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi perencanaan dalam memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik sektor publik dan sektor privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling nyata adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan menguat melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal, tindakan perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak masyarakat dan mekanisme pasar.
Pada negara yang demokratik, proses perencanaannya melibatkan masyarakat untuk mendapat kesepakatan dari masyarakat melalui proses “dengar pendapat publik (public hearing)”, sedangkan di Indonesia proses kegiatan perencanaan masih bersifat tertutup, eksklusif dan elitis, dan kadangkala dibuat tanpa memperhatikan realitas sosial dan partisipasi masyarakat. Sebagai akibatnya, produk perencanaan yang sukar diaplikasikan, tidak legitimat, dan tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada negara-negara yang menerapkan ekonomi pasar, fungsi pemerintah adalah mengurangi distorsi akibat kegagalan dan memberikan solusi akibat-akibat ekternalitisnya, penyediaan pelayanan publik, menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan publik, serta melindungi kelompok yang lemah posisinya (Owen E. Hughes, 1994). Untuk itu instrumen dalam melaksanakan fungsi pemerintah adalah dalam hal penyediaan barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat melalui anggaran pemerintah, pemberian subsidi bagi masyarakat dan usaha swasta untuk menyediakan barang dan jasa yang seharusnya disediakan pemerintah, penanganan produksi barang dan jasa kebutuhan pasar yang belum layak dilakukan oleh masyarakat, dan pembuatan cara pengaturan untuk membatasi kegiatan yang tidak layak dilakukan pelaku ekonomi yang menyebabkan distorsi pasar dan mengganggu kepentingan publik (externalities).
Kegiatan perencanaan dapat pula dikatagorikan sebagai barang dan jasa publik, yang sebenarnya merupakan “jasa informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input solusi teknikal” bagi proses pengambilan keputusan oleh sektor publik dan sektor privat dalam hal:
(1) alokasi kegiatan atau investasi oleh pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa publik untuk memenuhi kebutuhan kolektif,
(2) alokasi kegiatan atau investasi oleh masyarakat dan usaha swasta dalam penyediaan barang dan jasa privat untuk memenuhi kebutuhan pasar,
(3) tindakan pengaturan (insentif dan disinsentif) untuk mengarahkan pemanfaatan ruang secara efektif dan efisien, dan membatasi distorsi dan mengurangi dampak ekternalities yang diakibatkan oleh pemanfaatan ruang,
(4) menyediakan perlindungan atau pemberdayaan bagi kelompok masyarakat yang lemah untuk memperoleh akses ruang bagi kebutuhan hidupnya.
(i) mendefinisikan persoalan dan mengkaitkan dengan tindakan atau intervensi kebijakan,
(ii) memodelkan dan menganalisis situasi bagi perumusan tindakan intervensi dengan memperincikan kedalam instrumen kebijakan dan mobilisasi sumberdaya,
(iii) mendesain satu atau beberapa solusi dalam bentuk paket kebijakan, rencana tindakan, dan kelembagaan, yang memuat dimensi (a) penetapan tujuan dan sasaran kedepan, (b) pengorganisasian rencana tindakan, rancangan fisik atau ruang, (c) kebutuhan masukan sumberdaya, (d) prosedur pelaksanaan, dan (e) pemantauan dan evaluasi umpan balik,
(iv) melakukan proses evaluasi terhadap usulan alternatif solusi dari segi kelayakan teknis, efektifitas biaya, analisis dampak, kelayakan politik, dll-nya.
Perencanaan yang “transparan”, cirinya adalah adanya proses perencanaan yang mudah dimengerti, dimana informasi tentang produk dan informasi kebijakan dan input teknikal tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku berkepentingan dapat mengetahui apa peran yang dimainkan dalam pengambilan keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan. Perencanaan yang “akuntabel” mempunyai ciri antara lain dapat dipertanggungjawabkan dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efisien dalam menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan solusi masalah, memberi keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan masyarakat banyak. Perencanaan yang “berkeadilan” mempunyai ciri antara lain dapat melihat keseimbangan antara hak-hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak, atau memberikan pemihakan kepada masayarakat yang lemah akses dan kemampuannya untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan. Perencanaan yang “partisipatif atau demokratis” dapat dicirikan sebagai perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan kooperatif dalam proses pengambilan keputusan secara bersama dengan mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi kepentingan masyarakat banyak.
Substansi Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik, pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi perencanaan yang bersifat strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada hakekatnya terkait dengan sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik), maupun terkait pada siklus manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek. Substansi perencanaan pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-ekonomi dan lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan pengarahan bagi masyarakat.
Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku bagi proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang lebih akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3) terbangunnya kapasitas kelembagaan pembangunan, (4) tersedianya informasi kebijakan, inovasi, dan teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan bagi para pelaku yang berkepentingan (stakeholders).
Peran Perencanaan Dalam Era Desentralisasi
Desentralisasi adalah mengalihkan administrasi yang terkonsentrasi pada satu pusat kekuasaan dan menurunkan kekuasaan tersebut ke pada pemerintah daerah. Desentralisasi mempunyai sisi positif, yaitu secara ekonomi dapat memperbaiki efisiensi dalam penyediaan permintaan pelayanan barang dan jasa publik, mengurangi biaya dan efektif dalam penggunaan sumberdaya manusia; secara politik dapat meningkatkan akuntabilitas, ketrampilan politik, dan integrasi nasional, mendekatkan kepada masyarakat, menciptakan pelayanan yang lebih dekat dengan “klien”, merupakan arena untuk dapat melatih proses partisipasi masyarakat, dan mengembangkan kepemimpinan elit politik. Di negara maju reaksi terhadap kebijakan desentralisasi terutama diakibatkan oleh munculnya persoalan in-efisiensi dan dis-ekonomi akibat fragmentasi politik yang berpengaruh terhadap: (i) makin tidak terkendalinya pengelolaan daerah perkotaan, (ii) kegagalan dalam manajemen pelayanan pendidikan dan kesehatan, (iii) disparitas pelayanan umum antara pusat kota dan pinggiran, (iv) meningkatnya anti-profesionalisme pada organisasi pemerintah daerah, (v) penurunan kualitas administrasi pemerintah daerah, dll-nya. Disamping itu kebijakan desentralisasi mengandung risiko “separatisme”, yang jika tidak disadari akan menggangu kesatuan teritorial negara, memperkuat gejala penyempitan wawasan kebangsaan, dan memperkuat penyalahgunaan kekuasaan di tingkat bawah.
Sifat Partisipasif Perencanaan
Perencanaan sangat jelas bersifat partisipatif. Namun bila dilihat dari sejarahnya, dasar partisipasi di dalam perencanaan publik telah berubah dari partisipasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok kecil yang terdiri dari kalangan elit informal menjadi sebuah kelompok unsur pendukung formal dengan dasar yang luas. Tujuan dari partisipasi warga juga telah berubah. Warga sekarang dapat memegang tiga fungsi di dalam perencanaan. Pertama adalah sebagai pendukung bagi lembaga perencanaan beserta kegiatan-kegiatannya. Kedua, berfungsi sebagai alat untuk memperoleh kebijaksanaan dan pengetahuan di dalam pengembangan sebuah rencana serta mengidentifikasi misi dari lembaga perencanaan. Fungsi ketiga, dan yang mulai berkembang adalah fungsinya sebagai pengawas atas haknya sendiri dan hak orang lain dalam merancang dan menyampaikan kebijakan.
Strategi yang tepat bagi lembaga perencanaan umum dan sebagian besar lembaga perencanaan community yang luas adalah strategi perubahan perilaku serta strategi penambahan staf. Fungsi dari strategi penambahan staf adalah untuk menyediakan sumber daya, legitimasi dan dukungan bagi keputusan perencanaan dan organisasi perencanaan. Namun sumber daya, legitimasi serta dukungan seperti itu tidak dapat diperoleh tanpa adanya dukungan dan keterlibatan para partisipan di dalam kegiatan organisasi.
Dalam hal ini, para partisipan warga dapat dianggap sebagai anggota staf dari organisasi perencanaan tersebut. Keahlian khusus yang dimiliki oleh para partisipan dipandang memiliki nilai dalam membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Organisasi tersebut jelas mengakui bahwa keahlian khusus serta pengetahuan merupakan dasar pemikiran dalam pengambilan keputusan. Wewenang terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada mereka dengan jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur organisasi – seperti dewan direktur, dewan wewenang, serta para anggota legislatif. Bila di lain pihak, organisasi tersebut terus-menerus menolak memperhatikan usulan serta nasihat para partisipan maka hubungan akan diakhiri. Harapan para partisipan tidak dapat dipenuhi dan para partisipan akan menarik dukungan mereka. Strategi perubahan perilaku tampaknya berguna dalam mengatasi apa yang biasanya disebut sebagai “politik” proses perencanaan. Dengan karakteristik preferensi dari sasaran perencanaan yang dapat diperdebatkan serta adanya konsep pasar bebas dari persaingan antar organisasi community maka disarankan untuk mengangkat strategi partisipasi yang bertujuan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. Strategi perubahan perilaku memiliki kelebihan dalam memberikan preferensi nilai terhadap suatu dialog, memperbolehkan dialog tersebut disiarkan di dalam konteks proses perencanaan tersebut. Organisasi lain yang terlibat juga didorong untuk berpartisipasi agar menghilangkan perasaan takut mereka, memperoleh masukan mereka, serta memperolah kerja sama mereka.
Kondisi kedua yang menentukan keefektifan dan ketepatan suatu strategi partisipasi warga adalah peran spesifik yang diberikan kepada warga di dalam organisasi perencanaan. Bila peran dari warga adalah untuk menyediakan fungsi sebagai pemberi tinjauan dan komentar (lihat Bab 3) maka strategi penambahan staf atau strategi perubahan perilaku, tentu saja sangat tidak tepat. Peran yang tepat untuk strategi penambahan staf adalah sebagai penasihat atau pengambilan keputusan secara bersama. Perlu ditekankan bahwa strategi partisipasi warga akan menentukan struktur peran warga di dalam organisasi perencanaan.
Tindakan perencanaan berperan di dalam mensintesakan analisis permasalahan dan kriteria permasalahan sosial-ekonomi, politik, kelembagaan, dan teknikal kedalam formulasi tujuan kebijakan, alternatif strategi, strategi dan rencana tindakan terpilih, dan kebijakan pelaksanaan secara rasional dan bersifat kedepan untuk mengarahkan proses perubahan yang diinginkan masyarakat. Ditinjau dari kebutuhan dalam rangka pengarahan pengembangan sosial-ekonomi masyarakat di daerah, terdapat tiga (3) pendekatan untuk melakukan tindakan perencanaan, yaitu (1) strategi sisi permintaan (demand side), (2) strategi sisi penawaran (supply side), dan (3) strategi pelayanan kawasan (service area).
“Strategi sisi permintaan” (demand side strategy) merupakan suatu cara pengembangan suatu daerah dengan tujuan peningkatan pemenuhan permintaan lokal terhadap barang dan jasa dari luar akibat perkembangan sosial-ekonomi masyarakat, sedangkan “strategi sisi penawaran” (supply side strategy) merupakan cara yang ditujukan untuk meningkatkan pasokan keluar atau ekspor yang biasanya didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal; dan “strategi pelayanan kawasan” merupakan suatu cara untuk mengembangkan daerah yang potensinya rendah melalui penyediaan pelayanan dengan subsidi pemerintah.
Melihat kedepan untuk dapat melaksanakan tindakan perencanaan dalam pengembangan wilayah dan kota, terdapat dua issu penting yang terkait dengan kinerja perencanaan wilayah dan kota yang terkait dengan peran pemerintah daerah, yaitu (i) peningkatan kualitas proses perencanaan, dan (ii) pengembangan kapasitas kelembagaan perencanaan.
Dalam rangka peningkatan kualitas proses perencanaan, diperlukan adopsi pendekatan-pendekatan baru antara lain:
(1) pengkaitan antara proses politik dan rasionalitas perencanaan kedalam proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional pelaksanaan rencana,
(2) penerapan metoda interaksi multi organisasi atau antar pelaku berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan publik atau bertumpu pada kepentingan rakyat banyak,
(3) pengidentifikasian pada “klien” yang jelas dan menyentuh persoalan dasar secara benar dan dengan solusi yang tepat .
(4) pengintegrasian potensi dan kapasitas sumberdaya yang tersedianya baik dari pemerintah, usaha swasta, maupun masyarakat dalam proses perwujutan dan pemanfaatan ruang,
(5) pemihakan dan pemberdayaan masyarakat yang lemah melalui metoda dialog, partisipatif, dan pembimbingan,
Dalam rangka peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi perencanaan di daerah, hal penting yang perlu dilakukan adalah:
(1) pelembagaan cara pengaturan yang transparan dan akuntabel untuk dapat dapat memberikan efektifitas pengarahan bagi masyarakat dan kemudahan dalam proses transformasi sosial,
(2) pelembagaan cara pengaturan (standar operasi dan prosedur) partisipasi dan kemitraan (usaha swasta, organisasi swadaya masyarakat, dan pemerintah) untuk menghasilkan tindakan perencanaan yang didukung (legitimate) dan sesuai dengan kesepatan kepentingan masyarakat banyak (democratic /participative),
(3) adanya kapasitas organisasi publik untuk dapat menjalankan cara pengaturan yang disepakati, mengatur pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada, mengkordinasikan kepentingan dan kebutuhan organisasi-organisasi untuk mensinkronkan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan rencana.
Perbaikan metoda perencanaan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja perencanaan. Dalam rangka memperbaiki metoda perencanaan sangat penting untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang pendefinisian atau klarifikasi permasalahan (sosial, politik, ekonomi, geografi, dan kelembagaan), proses analisis kebijakan (political processes), analisis solusi teknikal (technical solution), dan analisis organisasional pelaksanaan rencana (organizational analysis). Kegagalan memahami realitas sumber persoalan sosial-ekonomi yang terjadi di masyarakat, faktor-faktor perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis, proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional akan berakibat pada kefatalan hasil tindakan perencanaan yang membawa kerugian material-spiritual masyarakat dan pemborosan sumber daya.
Upaya untuk memperbaiki metoda perencanaan harus diikuti pula dengan pemahaman mendalam informasi tentang aspirasi dan kebutuhan sebenarnya masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku dalam proses transformasi sosial secara berkelanjutan; pengembangan metoda partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik proses perencanaan dan pelaksanaan rencana secara demokratik, transparan, dan akuntabel. Untuk dapat memperbaiki kelembagaan perencanaan diperlukan langkah kongkrit dengan mengatur keterkaitan dan konsistensi dengan proses perencanaan lainnya, memperjelas pembagian tugas dan hubungan antar kegiatan perencanaan (makro dan mikro) di berbagai tingkatan pemerintahan, merubah cara kerja lembaga perencanaan di berbagai tingkatan pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia perencana.
Peran Lembaga Perencanaan
Untuk dapat melaksanakan peningkatan kinerja perencanaan, beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh lembaga perencanaan, yaitu :
(i) peningkatan kapasitas perencana yang terlibat dalam berbagai kegiatan perencanaan, lembaga perencana harus dapat mengambil inisiatif untuk pemutakhiran wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan menggunakan metoda baru dalam proses perencanaan,
(ii) peningkatan hubungan kerja antar lembaga dan organisasi perencanaan, lembaga perencana perlu melakukan interaksi antara para pelaku berkepentingan untuk dapat mengembangkan proses perencanaan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat,
(iii) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan adanya pengingkatan kegiatan informasi dan komunikasi yang menyangkut perkembangan keilmuan dan pengetahuan teknikal dalam kegiatan perencanaan, serta memberikan informasi umpan balik kepada lembaga atau organisasi perencanaan, termasuk lembaga pendidikan perencanaan.
Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat memberikan informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era otonomi, pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam kegiatan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses manajemen publik tersebut instrumen perencanaan sangat penting untuk mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan masyarakat, dan mendorong proses transformasi sosial.
Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan para pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta terdapat keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan antara siklus manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek (project management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat.
Secara khusus, kegiatan proses perencanaan wilayah dan
Peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan merupakan suatu keharusan melalui:
(i) adopsi nilai-nilai baru yang ditransformasikan dalam rangka tindakan perencanaan,
(ii) pengembangan metoda dan proses perencanaan untuk dapat merespon dinamika masyarakat maupun perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis,
(iii) pengembangkan hubungan kerja vertikal dan horisontal antar pelaku yang berkepentingan secara harmonis dalam proses perencanaan di tingkat pusat dan daerah,
(iv) peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola tugas dan fungsi lembaga atau organisasi perencanaan secara efektif baik di tingkat pusat maupun daerah¡