04 Februari 2008

Perencanaan Dalam Era Desentralisasi

Pendahuluan

Dalam hal membicarakan sosok kegiatan “perencanaan” kedepan, tampaknya hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks perkembangan politik kepemerintahan, sosial-ekonomi, dan teknologi, serta paradigma perencanaan sendiri.

Definisi perencanaan dapat dikenali melalui 3 konsep formal, yaitu upaya mengkaitkan keilmuan dan pengetahuan teknikal bagi :

(i) tindakan di dalam domain publik (action in the public domain), yang diangkat dari filosofi politik, berupa suatu tindakan baik pengubahan kondisi perilaku rutin dan inisiasi dari sesuatu matarantai konsekwensi agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan,

(ii) proses pengarahan masyarakat (societal guidance), yang merupakan keterlibatan peran pemerintah baik dalam bentuk alokasi dan inovasi,

(iii) proses transformasi sosial (social transformation), yang merupakan suatu proses politik atau gerakan sosial-politik masyarakat karena kekosongan peran pemerintah dan pasar (Friedmann, 1987) .

Beberapa bentuk perencanaan yang dikenali sampai dengan saat ini antara lain: perencanaan proyek, perencanaan sektoral, perencanaan program pembangunan, perencanaan makro ekonomi, dan perencanaan wilayah dan kota. Kegiatan perencanaan sebagai besar merupakan proses tindakan mengubah kondisi dan pengarahan masyarakat yang biasanya dilakukan oleh organisasi pemerintah. Namun pada akhir-akhir ini gerakan sosial-politik masyarakat sangat dominan, sehingga tindakan perencanaan untuk mengarahkan masyarakat tanpa proses pelibatan dan partisipasi masyarakat akan menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya legitimasi hasil suatu proses kegiatan perencanaan.

Pertanyaan pokok yang diajukan dalam hal ini adalah (i) apa permasalahan pokok yang dihadapi oleh masyarakat pada saat ini? (ii) nilai-nilai seperti apa yang diadopsi dalam proses kegiatan perencanaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah? bagaimana proses kegiatan perencanaan itu sendiri dapat dilakukan oleh lembaga perencanaan atau profesi perencana secara efektif sebagai alat pengambilan keputusan dan tindakan untuk memecahkan permasalahan masyarakat?

Dengan melihat perkembangan situasi pada akhir-akhir ini, tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran untuk dapat membantu memecahkan permasalahan kemasyarakatan melalui peningkatan kinerja perencanaan dengan pendekatan baru serta memperkuat proses perencanaan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif di berbagai tingkatan pemerintahan.

Permasalahan Kemasyarakatan dan Tindakan Perencanaan

Permasalahan kemasyarakatan yang tampak menonjol pada akhir-akhir ini adalah:

(1) disintegrasi bangsa, yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi antar daerah, politik sentralisasi kekuasan pada masa lampau, adanya konflik hubungan pusat dan daerah terutama dikaitkan dengan hak daerah terhadap bagi hasil eksplorasi sumberdaya alam yang dikelola negara,

(2) pertumbuhan ekonomi, yang berpengaruh terhadap struktur perekonomian di berbagai daerah dan peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta pertambahan jumlah penduduk miskin,

(3) penurunan kualitas kehidupan masyarakat, yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan kemiskinan, konflik sosial, gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat, lemahnya perlindungan terhadap hak masyarakat dan kepemilikan individu, keadilan sosial, dll-nya,

(4) penurunan kinerja pelayanan publik, yang berdampak pada ketidakpuasan masyarakat khususnya dalam hal pengelolaan ekonomi daerah, penyediaan prasarana dan sarana dasar, pengendalian permukiman, pengelolaan tata ruang dan pertanahan, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dll-nya,

(5) hubungan kerja antara pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat yang belum tertata dalam suatu aturan main atau mekanisme yang interaktif, setara, dan kooperatif dalam kegiatan ekonomi, kemasyarakatan, dan pelayanan publik.

(6) kegagalan pemerintah untuk mengembangkan sistem kepemerintahan dalam bidang politik dan ekonomi, yang berpengaruh terhadap kualitas proses pengambilan keputusan kebijakan dan praktek manajemen dalam pembangunan ekonomi dan pelayanan publik.

(7) keragaman kapasitas daerah, sebagai akibat dari kebijakan desentralisasi kewenangan pelayanan dan fiskal ke pemerintah daerah, terdapat perbedaan kemampuan masing-masing pemerintah daerah dalam mengatur keseimbangan penerimaan (receiving), pengeluaran (spending), dan penyediaan pelayanan (provision). Hal ini terkait dengan kapasitas ekonomi lokal, kemampuan sumberdaya manusia, tingkat kesejahteraan rakyat, dan kualitas pelayanan publik yang ada.

Dalam kegiatan atau tindakan perencanaan, permasalahan yang muncul secara umum adalah:

(1) adanya keraguan dari banyak kalangan terhadap keberadaan dan manfaat tindakan perencanaan untuk dapat menyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat,

(2) kurangnya keterkaitan antara berbagai proses perencanaan didalam kegiatan sektor publik dan kegiatan sosial-ekonomi yang berlangsung di masyarakat,

(3) kurangnya konsistensi antara kebijakan, perencanaan, dan pembiayaan, maupun perencanaan tata ruang dan pertanahan, serta antara perencanaan sektoral dengan perencanaan wilayah dan kota,

(4) kurang tanggapnya proses kegiatan perencanaan dengan kebutuhan “klien” yang ada, atau terlepasnya kegiatan perencanaan dengan proses politik, serta kurang terbukanya proses dan produk kegiatan perencanaan kepada publik,

(5) kurang efektifnya proses interaksi antara organisasi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam proses kegiatan perencanaan.

(6) lemahnya produk perencanaan untuk dapat memberikan informasi tentang kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam perancangan kegiatan pembangunan atau investasi yang berdampak pada perubahan ruang,

(7) kurangnya kapasitas organisasi perencanaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik dalam proses perencanaan, pengelolaan informasi bagi keperluan analisis permasalahan dan kebijakan, serta proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku yang berkepentingan,

(8) terbatasnya wawasan dan kemampuan para perencana untuk memahami paradigma, metoda, dan proses perencanaan yang baik, dan cara kerja interaktif dengan disiplin lain, pelaku berkepentingan, dan terutama dengan masyarakat.

Peran Perencanaan

Kegiatan perencanaan di negara maju telah berkembang sedemikian rupa sebagai bagian dari proses untuk merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah merupakan budaya masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik. Semakin maju budaya politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi perencanaan dalam memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik sektor publik dan sektor privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling nyata adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan menguat melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal, tindakan perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak masyarakat dan mekanisme pasar.

Pada negara yang demokratik, proses perencanaannya melibatkan masyarakat untuk mendapat kesepakatan dari masyarakat melalui proses “dengar pendapat publik (public hearing)”, sedangkan di Indonesia proses kegiatan perencanaan masih bersifat tertutup, eksklusif dan elitis, dan kadangkala dibuat tanpa memperhatikan realitas sosial dan partisipasi masyarakat. Sebagai akibatnya, produk perencanaan yang sukar diaplikasikan, tidak legitimat, dan tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada negara-negara yang menerapkan ekonomi pasar, fungsi pemerintah adalah mengurangi distorsi akibat kegagalan dan memberikan solusi akibat-akibat ekternalitisnya, penyediaan pelayanan publik, menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan publik, serta melindungi kelompok yang lemah posisinya (Owen E. Hughes, 1994). Untuk itu instrumen dalam melaksanakan fungsi pemerintah adalah dalam hal penyediaan barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat melalui anggaran pemerintah, pemberian subsidi bagi masyarakat dan usaha swasta untuk menyediakan barang dan jasa yang seharusnya disediakan pemerintah, penanganan produksi barang dan jasa kebutuhan pasar yang belum layak dilakukan oleh masyarakat, dan pembuatan cara pengaturan untuk membatasi kegiatan yang tidak layak dilakukan pelaku ekonomi yang menyebabkan distorsi pasar dan mengganggu kepentingan publik (externalities).

Kegiatan perencanaan dapat pula dikatagorikan sebagai barang dan jasa publik, yang sebenarnya merupakan “jasa informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input solusi teknikal” bagi proses pengambilan keputusan oleh sektor publik dan sektor privat dalam hal:

(1) alokasi kegiatan atau investasi oleh pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa publik untuk memenuhi kebutuhan kolektif,

(2) alokasi kegiatan atau investasi oleh masyarakat dan usaha swasta dalam penyediaan barang dan jasa privat untuk memenuhi kebutuhan pasar,

(3) tindakan pengaturan (insentif dan disinsentif) untuk mengarahkan pemanfaatan ruang secara efektif dan efisien, dan membatasi distorsi dan mengurangi dampak ekternalities yang diakibatkan oleh pemanfaatan ruang,

(4) menyediakan perlindungan atau pemberdayaan bagi kelompok masyarakat yang lemah untuk memperoleh akses ruang bagi kebutuhan hidupnya.

Sebagai perencana, ketika dihadapkan pada pemecahan persoalan yang dihadapi masyarakat dan dalam memberikan input tindakan perencanaan, maka paling tidak ia harus mempunyai keahlian dalam:

(i) mendefinisikan persoalan dan mengkaitkan dengan tindakan atau intervensi kebijakan,

(ii) memodelkan dan menganalisis situasi bagi perumusan tindakan intervensi dengan memperincikan kedalam instrumen kebijakan dan mobilisasi sumberdaya,

(iii) mendesain satu atau beberapa solusi dalam bentuk paket kebijakan, rencana tindakan, dan kelembagaan, yang memuat dimensi (a) penetapan tujuan dan sasaran kedepan, (b) pengorganisasian rencana tindakan, rancangan fisik atau ruang, (c) kebutuhan masukan sumberdaya, (d) prosedur pelaksanaan, dan (e) pemantauan dan evaluasi umpan balik,

(iv) melakukan proses evaluasi terhadap usulan alternatif solusi dari segi kelayakan teknis, efektifitas biaya, analisis dampak, kelayakan politik, dll-nya.


Nilai-Nilai dalam Perencanaan

Pada dasarnya nilai-nilai baku dalam kegiatan perencanaan adalah rasionalitas pasar dan rasionalitas sosial-politik, yang mempengaruhi proses dan tindakan perencanaan. Turunan dari keduanya adalah nilai-nilai seperti transparan, akuntabel, keadilan, dan partisipatif atau demokratis.

Perencanaan yang “transparan”, cirinya adalah adanya proses perencanaan yang mudah dimengerti, dimana informasi tentang produk dan informasi kebijakan dan input teknikal tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku berkepentingan dapat mengetahui apa peran yang dimainkan dalam pengambilan keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan. Perencanaan yang “akuntabel” mempunyai ciri antara lain dapat dipertanggungjawabkan dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efisien dalam menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan solusi masalah, memberi keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan masyarakat banyak. Perencanaan yang “berkeadilan” mempunyai ciri antara lain dapat melihat keseimbangan antara hak-hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak, atau memberikan pemihakan kepada masayarakat yang lemah akses dan kemampuannya untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan. Perencanaan yang “partisipatif atau demokratis” dapat dicirikan sebagai perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan kooperatif dalam proses pengambilan keputusan secara bersama dengan mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi kepentingan masyarakat banyak.


Substansi Perencanaan

Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik, pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi perencanaan yang bersifat strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada hakekatnya terkait dengan sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik), maupun terkait pada siklus manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek. Substansi perencanaan pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-ekonomi dan lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan pengarahan bagi masyarakat.

Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku bagi proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang lebih akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3) terbangunnya kapasitas kelembagaan pembangunan, (4) tersedianya informasi kebijakan, inovasi, dan teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan bagi para pelaku yang berkepentingan (stakeholders).


Peran Perencanaan Dalam Era Desentralisasi

Pertanyaan pokok adalah apa yang dimaksud desentralisasi itu dan elemen apa yang ada didalamnya? apa permasalahan yang muncul sebgai akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi pada proses kegiatan perencanaan di daerah? bagaimana proses perencanaan tersebut dapat dilakukan secara efektif dalam mendukung tujuan desentralisasi? apa relevansi dari perencanaan terhadap tujuan desentralisasi?

Desentralisasi adalah mengalihkan administrasi yang terkonsentrasi pada satu pusat kekuasaan dan menurunkan kekuasaan tersebut ke pada pemerintah daerah. Desentralisasi mempunyai sisi positif, yaitu secara ekonomi dapat memperbaiki efisiensi dalam penyediaan permintaan pelayanan barang dan jasa publik, mengurangi biaya dan efektif dalam penggunaan sumberdaya manusia; secara politik dapat meningkatkan akuntabilitas, ketrampilan politik, dan integrasi nasional, mendekatkan kepada masyarakat, menciptakan pelayanan yang lebih dekat dengan “klien”, merupakan arena untuk dapat melatih proses partisipasi masyarakat, dan mengembangkan kepemimpinan elit politik. Di negara maju reaksi terhadap kebijakan desentralisasi terutama diakibatkan oleh munculnya persoalan in-efisiensi dan dis-ekonomi akibat fragmentasi politik yang berpengaruh terhadap: (i) makin tidak terkendalinya pengelolaan daerah perkotaan, (ii) kegagalan dalam manajemen pelayanan pendidikan dan kesehatan, (iii) disparitas pelayanan umum antara pusat kota dan pinggiran, (iv) meningkatnya anti-profesionalisme pada organisasi pemerintah daerah, (v) penurunan kualitas administrasi pemerintah daerah, dll-nya. Disamping itu kebijakan desentralisasi mengandung risiko “separatisme”, yang jika tidak disadari akan menggangu kesatuan teritorial negara, memperkuat gejala penyempitan wawasan kebangsaan, dan memperkuat penyalahgunaan kekuasaan di tingkat bawah.

Di negara kita, persoalan yang muncul secara tidak diduga akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah terkait dengan: (i) respon berlebihan terhadap batasan dan lingkup kewenangan tugas yang diserahkan ke daerah otonom tanpa diimbangi dengan kapasitas yang memadai, (ii) dampak negatif dari luasnya kekuasaan DPRD dalam pengawasan, pemilihan dan pengangkatan kepala daerah, pengesahan anggaran dan belanja daerah, (iii) tidak adanya hirarki antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kerja vertikal, (iv) ketidakjelasan pemahaman terhadap transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik sehingga timbul gerakan masa yang bekelebihan, (v) penyempitan wawasan kebangsaan dan pembatasan proses asimilasi budaya dan interaksi sosial sehingga timbul arogansi kedaerahan.

Dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan perencanaan adalah: (i) wewenang daerah dalam kegiatan perencanaan yang penuh, sehingga proses pengambilan keputusan terjadi ditingkat lokal, hubungan horisontal-internal menjadi kuat dibandingkan hubungan vertikal-eksternal, (ii) peran lembaga perwakilan semakin besar dibandingkan dengan eksekutif, rasionalistas perencanaan melemah dibandingkan rasionalitas konstituen, metoda dan proses perencanaan berubah dari teknikal ke politikal dengan partisipasi penuh dari berbagai pihak berkepentingan melalui forum-forum, dan (iii) sumber pembiayaan dari pihak pemerintah propinsi dan pusat berkurang, sehingga kekuasaan alokasi sumberdaya berada di tingkat lokal.


Sifat Partisipasif Perencanaan

Perencanaan sangat jelas bersifat partisipatif. Namun bila dilihat dari sejarahnya, dasar partisipasi di dalam perencanaan publik telah berubah dari partisipasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok kecil yang terdiri dari kalangan elit informal menjadi sebuah kelompok unsur pendukung formal dengan dasar yang luas. Tujuan dari partisipasi warga juga telah berubah. Warga sekarang dapat memegang tiga fungsi di dalam perencanaan. Pertama adalah sebagai pendukung bagi lembaga perencanaan beserta kegiatan-kegiatannya. Kedua, berfungsi sebagai alat untuk memperoleh kebijaksanaan dan pengetahuan di dalam pengembangan sebuah rencana serta mengidentifikasi misi dari lembaga perencanaan. Fungsi ketiga, dan yang mulai berkembang adalah fungsinya sebagai pengawas atas haknya sendiri dan hak orang lain dalam merancang dan menyampaikan kebijakan.

Terdapat lima peran yang dapat direncanakan oleh warga di dalam perencanaan, yaitu: tinjauan dan komentar, konsultasi, pemberi nasihat, pengambilan keputusan bersama, dan pengambilan keputusan terkendali. Warga dapat memegang lebih dari satu peran di dalam suatu organisasi. Timbulnya peran warga di dalam perencanaan serta meningkatnya lembaga perencanaan yang memiliki spesialisasi telah mengubah dasar pengambilan keputusan dari community planning, dari yang murni berorientasi pada kepentingan umum menjadi berorientasi terhadap kepentingan pribadi atau kelompok. Lembaga perencanaan berfungsi atas nama suatu isu yang substansif dan pendukung yang jelas.

Penulis telah mengidentifikasi enam strategi dari partisipasi warga. Ketepatan dan keefektifan strategi-strategi ini akan bergantung pada dua kondisi.

Pertama adalah kondisi organisasi; yaitu misi, bantuan, serta sumber daya suatu organisasi. Tidak semua strategi tepat untuk semua organisasi. Strategi yang berorientasi pada konflik, yang bergantung kepada protes masyarakat, seperti yang diperlihatkan oleh lembaga anti kemiskinan lokal, merupakan hal yang tidak tepat bagi lembaga perencanaan umum. Tampaknya suatu strategi konflik akan lebih tepat bagi organisasi reformasi sosial yang didukung secara pribadi, atau lebih menguntungkan lagi, yang mendukung dirinya sendiri. Sebagian besar kelompok kurang beruntung yang berusaha memperoleh perubahan sosial harus bergantung kepada sumber daya mereka sendiri atau kepada kelompok lain yang simpatik dengan maksud mereka. Salah satu contoh yang baik adalah perjuangan untuk memperoleh hak asasi: contoh yang lain adalah para buruh yang terorganisir.

Strategi yang tepat bagi lembaga perencanaan umum dan sebagian besar lembaga perencanaan community yang luas adalah strategi perubahan perilaku serta strategi penambahan staf. Fungsi dari strategi penambahan staf adalah untuk menyediakan sumber daya, legitimasi dan dukungan bagi keputusan perencanaan dan organisasi perencanaan. Namun sumber daya, legitimasi serta dukungan seperti itu tidak dapat diperoleh tanpa adanya dukungan dan keterlibatan para partisipan di dalam kegiatan organisasi.

Dalam hal ini, para partisipan warga dapat dianggap sebagai anggota staf dari organisasi perencanaan tersebut. Keahlian khusus yang dimiliki oleh para partisipan dipandang memiliki nilai dalam membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Organisasi tersebut jelas mengakui bahwa keahlian khusus serta pengetahuan merupakan dasar pemikiran dalam pengambilan keputusan. Wewenang terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada mereka dengan jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur organisasi – seperti dewan direktur, dewan wewenang, serta para anggota legislatif. Bila di lain pihak, organisasi tersebut terus-menerus menolak memperhatikan usulan serta nasihat para partisipan maka hubungan akan diakhiri. Harapan para partisipan tidak dapat dipenuhi dan para partisipan akan menarik dukungan mereka. Strategi perubahan perilaku tampaknya berguna dalam mengatasi apa yang biasanya disebut sebagai “politik” proses perencanaan. Dengan karakteristik preferensi dari sasaran perencanaan yang dapat diperdebatkan serta adanya konsep pasar bebas dari persaingan antar organisasi community maka disarankan untuk mengangkat strategi partisipasi yang bertujuan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. Strategi perubahan perilaku memiliki kelebihan dalam memberikan preferensi nilai terhadap suatu dialog, memperbolehkan dialog tersebut disiarkan di dalam konteks proses perencanaan tersebut. Organisasi lain yang terlibat juga didorong untuk berpartisipasi agar menghilangkan perasaan takut mereka, memperoleh masukan mereka, serta memperolah kerja sama mereka.

Kondisi kedua yang menentukan keefektifan dan ketepatan suatu strategi partisipasi warga adalah peran spesifik yang diberikan kepada warga di dalam organisasi perencanaan. Bila peran dari warga adalah untuk menyediakan fungsi sebagai pemberi tinjauan dan komentar (lihat Bab 3) maka strategi penambahan staf atau strategi perubahan perilaku, tentu saja sangat tidak tepat. Peran yang tepat untuk strategi penambahan staf adalah sebagai penasihat atau pengambilan keputusan secara bersama. Perlu ditekankan bahwa strategi partisipasi warga akan menentukan struktur peran warga di dalam organisasi perencanaan.

Peningkatan Kinerja Perencanaan

Tindakan perencanaan berperan di dalam mensintesakan analisis permasalahan dan kriteria permasalahan sosial-ekonomi, politik, kelembagaan, dan teknikal kedalam formulasi tujuan kebijakan, alternatif strategi, strategi dan rencana tindakan terpilih, dan kebijakan pelaksanaan secara rasional dan bersifat kedepan untuk mengarahkan proses perubahan yang diinginkan masyarakat. Ditinjau dari kebutuhan dalam rangka pengarahan pengembangan sosial-ekonomi masyarakat di daerah, terdapat tiga (3) pendekatan untuk melakukan tindakan perencanaan, yaitu (1) strategi sisi permintaan (demand side), (2) strategi sisi penawaran (supply side), dan (3) strategi pelayanan kawasan (service area).


“Strategi sisi permintaan”
(demand side strategy) merupakan suatu cara pengembangan suatu daerah dengan tujuan peningkatan pemenuhan permintaan lokal terhadap barang dan jasa dari luar akibat perkembangan sosial-ekonomi masyarakat, sedangkan “strategi sisi penawaran” (supply side strategy) merupakan cara yang ditujukan untuk meningkatkan pasokan keluar atau ekspor yang biasanya didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal; dan “strategi pelayanan kawasan” merupakan suatu cara untuk mengembangkan daerah yang potensinya rendah melalui penyediaan pelayanan dengan subsidi pemerintah.

Melihat kedepan untuk dapat melaksanakan tindakan perencanaan dalam pengembangan wilayah dan kota, terdapat dua issu penting yang terkait dengan kinerja perencanaan wilayah dan kota yang terkait dengan peran pemerintah daerah, yaitu (i) peningkatan kualitas proses perencanaan, dan (ii) pengembangan kapasitas kelembagaan perencanaan.


Dalam rangka peningkatan kualitas proses perencanaan, diperlukan adopsi pendekatan-pendekatan baru antara lain:

(1) pengkaitan antara proses politik dan rasionalitas perencanaan kedalam proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional pelaksanaan rencana,

(2) penerapan metoda interaksi multi organisasi atau antar pelaku berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan publik atau bertumpu pada kepentingan rakyat banyak,

(3) pengidentifikasian pada “klien” yang jelas dan menyentuh persoalan dasar secara benar dan dengan solusi yang tepat .

(4) pengintegrasian potensi dan kapasitas sumberdaya yang tersedianya baik dari pemerintah, usaha swasta, maupun masyarakat dalam proses perwujutan dan pemanfaatan ruang,

(5) pemihakan dan pemberdayaan masyarakat yang lemah melalui metoda dialog, partisipatif, dan pembimbingan,


Dalam rangka peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi perencanaan di daerah, hal penting yang perlu dilakukan adalah:

(1) pelembagaan cara pengaturan yang transparan dan akuntabel untuk dapat dapat memberikan efektifitas pengarahan bagi masyarakat dan kemudahan dalam proses transformasi sosial,

(2) pelembagaan cara pengaturan (standar operasi dan prosedur) partisipasi dan kemitraan (usaha swasta, organisasi swadaya masyarakat, dan pemerintah) untuk menghasilkan tindakan perencanaan yang didukung (legitimate) dan sesuai dengan kesepatan kepentingan masyarakat banyak (democratic /participative),

(3) adanya kapasitas organisasi publik untuk dapat menjalankan cara pengaturan yang disepakati, mengatur pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada, mengkordinasikan kepentingan dan kebutuhan organisasi-organisasi untuk mensinkronkan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan rencana.


Perbaikan metoda perencanaan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja perencanaan. Dalam rangka memperbaiki metoda perencanaan sangat penting untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang pendefinisian atau klarifikasi permasalahan (sosial, politik, ekonomi, geografi, dan kelembagaan), proses analisis kebijakan (political processes), analisis solusi teknikal (technical solution), dan analisis organisasional pelaksanaan rencana (organizational analysis). Kegagalan memahami realitas sumber persoalan sosial-ekonomi yang terjadi di masyarakat, faktor-faktor perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis, proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional akan berakibat pada kefatalan hasil tindakan perencanaan yang membawa kerugian material-spiritual masyarakat dan pemborosan sumber daya.

Upaya untuk memperbaiki metoda perencanaan harus diikuti pula dengan pemahaman mendalam informasi tentang aspirasi dan kebutuhan sebenarnya masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku dalam proses transformasi sosial secara berkelanjutan; pengembangan metoda partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik proses perencanaan dan pelaksanaan rencana secara demokratik, transparan, dan akuntabel. Untuk dapat memperbaiki kelembagaan perencanaan diperlukan langkah kongkrit dengan mengatur keterkaitan dan konsistensi dengan proses perencanaan lainnya, memperjelas pembagian tugas dan hubungan antar kegiatan perencanaan (makro dan mikro) di berbagai tingkatan pemerintahan, merubah cara kerja lembaga perencanaan di berbagai tingkatan pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia perencana.


Peran Lembaga Perencanaan

Untuk dapat melaksanakan peningkatan kinerja perencanaan, beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh lembaga perencanaan, yaitu :

(i) peningkatan kapasitas perencana yang terlibat dalam berbagai kegiatan perencanaan, lembaga perencana harus dapat mengambil inisiatif untuk pemutakhiran wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan menggunakan metoda baru dalam proses perencanaan,

(ii) peningkatan hubungan kerja antar lembaga dan organisasi perencanaan, lembaga perencana perlu melakukan interaksi antara para pelaku berkepentingan untuk dapat mengembangkan proses perencanaan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat,

(iii) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan adanya pengingkatan kegiatan informasi dan komunikasi yang menyangkut perkembangan keilmuan dan pengetahuan teknikal dalam kegiatan perencanaan, serta memberikan informasi umpan balik kepada lembaga atau organisasi perencanaan, termasuk lembaga pendidikan perencanaan.


Kesimpulan

Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat memberikan informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era otonomi, pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam kegiatan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses manajemen publik tersebut instrumen perencanaan sangat penting untuk mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan masyarakat, dan mendorong proses transformasi sosial.

Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan para pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta terdapat keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan antara siklus manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek (project management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat.

Secara khusus, kegiatan proses perencanaan wilayah dan kota harus dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif (sebagai perwujudan prinsip-prinsip “good governance”) yang dapat memberikan dukungan pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah, dan kelestarian lingkungan hidup.

Peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan merupakan suatu keharusan melalui:

(i) adopsi nilai-nilai baru yang ditransformasikan dalam rangka tindakan perencanaan,

(ii) pengembangan metoda dan proses perencanaan untuk dapat merespon dinamika masyarakat maupun perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis,

(iii) pengembangkan hubungan kerja vertikal dan horisontal antar pelaku yang berkepentingan secara harmonis dalam proses perencanaan di tingkat pusat dan daerah,

(iv) peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola tugas dan fungsi lembaga atau organisasi perencanaan secara efektif baik di tingkat pusat maupun daerah¡

Tidak ada komentar: